Quote of The Day

We weren't born to be a FOLLOWER but to be a LEADER

Senin, 16 November 2009

Jangan menikah dengan angan

Kehidupan memiliki warna, bahkan beberapa warna.
Mari berlari, terbang, sebebas burung di angkasa, seringan kapas melaju di udara,
Karena hidup kan selalu indah kawan, dalam setiap bentuknya.
**

Dalam sebuah artikel yg pernah kubaca di sebuah majalah Shafina, ditulis, bahwa jangan pernah menikah dengan angan.

Maksudnya adalah, ketika kita menjalani ta’aruf (atau masa perkenalan dengan seseorang dalam rangka untuk menikah (cated ya fren, menikah bukan untuk tujuan sekedar kenalan, having fun dsb.. ^^), maka yang terbangun dalam angan kita bahwa, dia adalah sosok yang sempurna.

Rajin shalat, rajin shalat malam, rajin sedekah, ramah, pintar memasak, tidak pernah bĂȘte, ilmu agama yang memadai, dan segudang kelebihan lainnya yang pernah kita bayangkan.

Tapi (ternyata) saudara/i ku, jangan pernah menikah dengan angan.

Ketika memasuki kehidupan berumah tangga yang sesungguhnya, maka kita akan mendapati pasangan hidup kita jauh dari yang kita bayangkan.

Ternyata ia sosok yang kadang pemarah, sosok yang justru malas-malasan shalatnya jika tidak diingatkan, sosok yang sangat “ekonomis”, sosok yang bicaranya ketus, dsb.

Ya itulah pasangan hidup kita, yang sebelumnya kita impikan bak mr/miss perfect.

Seorang psikolog pernah mengatakan bahwa, semakin rendah ekspektasi (pengharapan ) kita terhadap seseorang, maka semakin kecil pula peluang kita untuk kecewa.

Semakin tinggi bayangan ideal kita tentang pasangan hidup, maka ketika menikah, yang didapati sebaliknya, maka semakin tinggi pula tingkat kekecewaan kita, yang tak jarang memicu konflik dalam rumah tangga.

Maka yang terbaik saat ini bagi anda yang tengah menjalani proses ta’aruf, atau masa perkenalan dengan calon pasangan, jangan meletakkan harapan terlalu tinggi padanya.

Jangan pula membingkai angan yang muluk tentang (calon) pasangan anda, bagaimanapun, jika seseorang itu yang Allah takdirkan untuk anda (setelah melalui proses istikharah, proses investigasi ^^), maka yakinlah, nikahi ia pula dengan segala kekurangannya.

Kekurangannya justru adalah ladang amal sholih anda untuk sama-sama saling melengkapi. Dan yakinlah bahwa Allah tahu yang terbaik untuk diri kita.

” Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)"
(QS : Al-An’aam : 59)

Yakinlah semua telah diatur dengan sempurna oleh-Nya.

Sambil terus menjadikan diri kita yang terbaik kelak untuk pasangan hidup. Namun sekali lagi, jangan menikah dengan angan.

**

Ketika ku pintal hidup dengan benang kesabaran, ku tercengang dengan hasil dari sulaman indahnya,

Ketika ku taruh prasangka hidup ku pada-Nya, ku tercengang betapa Allah tak pernah salah dalam memilihkan takdirnya.

Berbahagialah menjalani pilihan-Nya. Karena bahtera itu (semoga) hanya akan berlayar sekali dalam samudera kehidupan nan luas. Semoga sampai pada lautan cinta-Nya..
Amiin.

1 komentar:

  1. Tak hanya dalam konteks pernikahan, tetapi dalam berhubungan dengan siapa pun baik itu dalam persahabatan, keluarga, bertetangga dll, jangan pernah mengharapkan orang lain menjadi sempurna.

    Hmm ... nice post!!!

    BalasHapus